Umi saat menengok anaknya di Jakarta beberapa waktu lalu
Untuk wanita yang paling kuhormati diantara langit dan bumi,
kan ku ceritakan sepenggal kisah tentang Kau
dan Aku.
Matahari mulai menepi. Jam menunjukan
pukul 06.00 dan aku masih duduk disalah satu lorong itu, menunggumu. Sebagian besar
temanku sudah pulang Ibu. Setapak langkah mereka dari ruang kelas bahasa
Inggris ini, disanalah Ibu atau ayah mereka telah menunggu. “Sudah belajar apa
anak ku?” pertanyaan yang berulang kali kudengar. Mereka berjalan bersama
menyusuri lorong, dan menghilang. Jauh didepan kaca lobby yang tertembus oleh
pandanganku, berdiri mereka yang sedang menunggu pula. Mobil berhenti, payung
dibuka, seseorang keluar dan mencium rambut mereka, masuk bersama kedalam
mobil, dan menghilang. Tinggal aku sendiri disudut ruang.
Beberapa tahun sebelumnya. Ingatkah ketika
aku menunggumu sore itu? Hampir 4 jam sudah aku duduk di kursi depan masjid
sekolah dan kau tak kunjung datang. Sudah tak bisa kubendung air mata ini,
jatuh dan membasahi pipiku. Dimanakah
kau, Ibu?
Sudah 15 tahun aku hidup bersamamu. Tak banyak kata yang kau
ucapkan. Kau tidak berkata iya atau tidak ketika aku bermain hingga menjelang
petang. Kau biarkan aku bermain dengan segala hal, bahkan sesuatu yang para Ibu
pada umumnya akan berkata tidak untuk buah hati mereka. Kau biarkan aku
menjajakan es lilin itu ke sekolah, tanpa berkata apakah aku harus malu. Kau
tidak pernah menyuruhku untuk belajar, kau hanya menunjukan betapa beragamnya
manusia di bumi ini. Kau biarkan aku jatuh ketika bersepeda, dan memintaku
untuk bangun kembali. Ibu, kau berbeda. Dimanakah
sosok Ibuku yang seharusnya? Kembali, tangisku buncah disudut ruang itu…
Hari berganti minggu, minggu berganti
bulan, bulan berganti tahun. Empat tahun setelah tangisku disudut ruang itu, menangisi
kebingungan dan kepasrahaan akan penantian yang sama sekali tidak berujung, menangisi
akan hal yang tidak aku mengerti. Titik demi titik cahaya bermunculan,
bergabung menjadi rasi yang indah, bersinar menerangi gelapnya malam. Hidup
terus berjalan, kau biarkanku menunggu
agar aku berpikir, kau biarkanku mencoba agar aku merasakan, kau
biarkanku terbentur agar aku bisa belajar dari kesalahan, dan kau terus
biarkanku sendiri agar aku bisa berdiri dengan kakiku.
Begitu indahnya pelajaran yang kau berikan, tidak sekadar dengan uraian kata. Diam mu berarti makna, dan satu katamu berarti hidup bagiku. Ibu, terima kasih telah membiarkanku mencari jawaban atas segala penantianku akan dirimu untuk bekal berlari mengejar segala impian.
Buah
hati mu,
Azka Azifa
too deep Az
ReplyDeleteSiapa kamu, wahai Anonymous? Sini aku buatin satu untuk mu.
Delete