Skip to main content

Sore

Tepat pukul 4.30 waktu senja di lapangan universitas kerakyatan. Daun berguguran terhempas angin sore itu. Langit memudar merona, tanda malam kan segera tiba. Namun, bagi sebagian orang momen ini menjadi waktu tepat untuk dinikmati. Sekadar berlari bersama kawan terdekat, bersama mereka yang terkasih, atau sekadar momen membunuh waktu. Bagiku, sore adalah waktu spesial yang Tuhan sisihkan untukku merefleksi diri setelah seharian berkegiatan.

Senjaku istimewa beberapa waktu belakangan. Semakin banyak yang mencintai dan bersedia sekadar datang tuk merasakan syukur kenikmatannya. Bagi sebagian orang, agenda ini buang waktu belaka. Duduk menatap alam yang tidak menuntut apa-apa untuk dikerjakan. Bagi kami, kehidupan bukan sekadar bekerja mengejar target hidup ‘keduniaan’. Bagi kami, Tuhan ciptakan semua keindahan untuk manusia nikmati keberadaannya.

Cerita ini tidak akan khusus mengulas tentang sore, tentang kecintaanku terhadap senja dan buratan merah di langit sore hari. Namun, tentang harapan dan keberanian yang diajarkannya padaku. Dan disinilah semuanya berawal.

Yamaha cyrpton (gerenasi pertama) dan Ibuku. Kalau KH. Dewantara menjadi sosok pendidikan Indonesia, bagiku, motor merah dan wanita itu adalah pahlawan pendidikan yang sebenarnya. Sekolah dasar yang berjarak 12 km jauhnya, diterabas dengan motor berpenumpang 4 (aku, ibu, kakak, dan adekku) setiap hari. Berangkat sebelum matahari benar-benar menampakkan batang hidungnya, dan pulang ketika matahari hendak kembali ke peraduannya.

Aku duduk dibagian depan. Di pagi hari, kutatap mereka yang keluar kejalan hendak beraktivitas. Seorang kakek dengan motor tuanya membawa ayam-ayam yang entah nyaman atau tidak berada didalam sangkar sesempit itu. Ibu dengan barang dagangan yang bahkan melebihi muatan sepedanya. Atau, mendengar suara kompor dari pinggir jalan, tanda cakwe akan segera diceburkan kedalam wajan panas dan dijual. Semuanya tumpah ke jalan membawa semangat tuk meraih kehidupan yang lebih baik hari ini.

Sepulang sekolah bersamaan dengan kepulangan matahari, aku lebih suka menatap langit. Warna biru muda bercampur dengan putih yang pas dimata berangsur berganti merah dengan goresan oranye dan kuning yang menampakan keelokan dan ketegasan. Kombinasi itu seakan menantang diri bahwa esok akan lebih baik, bahwa yang kulakukan hari ini tidak cukup. Kan ada harapan dan hal baru jika aku berani mengambil langkah lebih jauh.

Bukankah disampaikan dalam ajaran agama bahwa janganlah kita menjadi manusia yang mudah berpuas diri (dalam hal kebaikan)? Bukankah orang yang merugi adalah mereka yang sama antara kemarin, hari ini, dan esok? Bahkan dalam tatanang kenegaraan, bukankah mengambil keputusan yang salah lebih baik dari status quo? Jelaslah kalau begitu bahwa melangkah lebih jauh adalah hal yang lebih baik dari pada berjalan ditempat yang sama.

Diantara mereka ada yang ragu dengan gelapnya malam yang datang setelah matahari terbenam. Diantara mereka ada yang tidak pernah menikmati indahnya kegelapan. Padahal dibalik hitam itu, terdapat taburan bintang yang menakjubkan, berkelap-kelip seakan menyapa kita dari kejauhan. Bisakah dinikmati jika sekadar mengintipnya saja tidak?

Oleh karenanya, sejak sore itu. Kutekadkan hati untuk terus bermimpi. Untuk terus mencoba hal baru dan tidak takut akan kegagalan. Kalau indahnya senja saja menjanjikan gelap yang bertabur bintang. Kenapa tidak hambatan didepan mata menghasilkan karya yang tidak ternilai harganya? Masterwork comes when you have no fear of failure (Steve Jobs).

NB: Sepenggal cerita ini spesial buat sahabatku yang ada disana. Semoga sedikit menjawab ketakutanmu akan 'hal baru'. Bismillah, Allah tidak akan melepas tangannya dari orang-orang yang berniat baik.


Comments

Popular posts from this blog

Untuk Wanita yang Paling Ku Hormati

  Umi saat menengok anaknya di Jakarta beberapa waktu lalu Untuk wanita yang paling kuhormati diantara langit dan bumi, kan ku ceritakan sepenggal kisah tentang Kau dan Aku. Matahari mulai menepi. Jam menunjukan pukul 06.00 dan aku masih duduk disalah satu lorong itu, menunggumu. Sebagian besar temanku sudah pulang Ibu. Setapak langkah mereka dari ruang kelas bahasa Inggris ini, disanalah Ibu atau ayah mereka telah menunggu. “Sudah belajar apa anak ku?” pertanyaan yang berulang kali kudengar. Mereka berjalan bersama menyusuri lorong, dan menghilang. Jauh didepan kaca lobby yang tertembus oleh pandanganku, berdiri mereka yang sedang menunggu pula. Mobil berhenti, payung dibuka, seseorang keluar dan mencium rambut mereka, masuk bersama kedalam mobil, dan menghilang. Tinggal aku sendiri disudut ruang.   Beberapa tahun sebelumnya. Ingatkah ketika aku menunggumu sore itu? Hampir 4 jam sudah aku duduk di kursi depan masjid sekolah dan kau tak kunjung datang. Sudah tak bisa ku

Lost money "Again"

it was awful last night. while I have practicing in basketball practice, suddenly my dad text me,. "Go home as soon as you done." Audrey gave me ride home and I rushed the door. My mother with her sad and stressful face said, "We lost $650! Help me find it!" And I run to my room to check in my stuff maybe its slip on it-nothing. I run downstairs to check Joe stuff, I look through everything, blanket, DVD case, window, bed. but i still can't find it. my dad text everyone at home to go back soon. he was so upset, when Mariah and Ashley asked to go somewhere, he said, "I am f***ing don't care about that! you have to find it tonight! that's money for house rent." I was so sad to hear that. My dad took his car and run us to the school to check our locker one by one. but we still can't find it. as soon as we arrive at home the girls checked boys room, and boys either. dad said, "if i find my money in you guys, whoever is that, I'll prose